Community Rating

blank
blank
blank
blank
blank
blank

Sumala

Film Sumala adalah film horor thriller Indonesia tahun 2024 yang disutradarai oleh Rizal Mantovani dan diproduksi oleh Hitmaker Studios. Film ini dibintangi oleh Luna Maya (Sulastri), Darius Sinathrya (Soedjiman), dan Makayla Rose (Kumala/Sumala). Cerita Sumala diangkat dari urban legend yang diklaim berdasarkan kisah nyata di sebuah desa terpencil di Kabupaten Semarang pada tahun 1948, yang dipopulerkan melalui utas X dan konten YouTube oleh BANG BETZ Illustration.
Sinopsis: Film ini mengisahkan pasangan suami istri, Soedjiman dan Sulastri, yang mendambakan anak setelah bertahun-tahun menikah tanpa keturunan. Tekanan sosial dan ancaman Soedjiman untuk menikah lagi mendorong Sulastri membuat perjanjian dengan iblis melalui seorang dukun. Sulastri akhirnya melahirkan anak kembar: Kumala (manusia) dan Sumala (keturunan iblis, lahir dengan cacat fisik mengerikan). Soedjiman membunuh Sumala karena tidak menerima kondisinya. Kumala, yang awalnya sehat, tumbuh dengan kecacatan dan mendapat perlakuan kejam dari keluarga serta warga desa, dianggap pembawa sial. Ketika penderitaan Kumala memuncak, arwah Sumala bangkit, merasuki Kumala, dan menebar teror untuk membalas dendam. Kejadian misterius, termasuk kematian anak-anak desa secara tragis, membuat warga ketakutan dan mencurigai Sumala sebagai sumber malapetaka.
Film ini menonjolkan elemen horor gore dan slasher dengan adegan sadis seperti pemenggalan dan penusukan, serta atmosfer mencekam dengan latar budaya Jawa. Sumala juga mengangkat isu kekerasan orang tua terhadap anak dan konsekuensi perjanjian dengan kekuatan gaib. Film ini tayang di bioskop pada 26 September 2024 dan menjadi populer di Netflix Indonesia mulai Februari 2025, dengan lebih dari 1,4 juta penonton di bioskop

Kecocokan dengan Anak

Film Sumala tidak cocok untuk anak-anak karena beberapa alasan berikut:
  1. Konten Horor dan Kekerasan Grafis: Sumala mengandung adegan gore yang eksplisit, termasuk pembunuhan brutal, penggambaran darah, dan kekerasan fisik seperti penusukan dan pemenggalan. Adegan ini dapat menyebabkan trauma atau ketakutan pada anak-anak.
  2. Tema Berat dan Disturbing: Cerita film ini melibatkan isu kekerasan orang tua terhadap anak, perjanjian dengan iblis, dan teror supranatural. Tema-tema ini terlalu kompleks dan mengerikan untuk dipahami atau diterima oleh anak-anak.
  3. Atmosfer Mencekam dan Psikologis: Film ini menggunakan elemen horor psikologis dan jumpscare yang dirancang untuk menciptakan ketegangan. Anak-anak, terutama yang berusia di bawah 17 tahun, mungkin merasa terganggu secara emosional.
  4. Rating Usia: Meskipun informasi rating resmi di Indonesia (LSF) tidak disebutkan dalam sumber, film horor dengan konten gore dan tema dewasa seperti Sumala biasanya diberi rating 17+ atau D (Dewasa). Di IMDb, film ini dikategorikan sebagai horor-thriller, yang umumnya tidak direkomendasikan untuk penonton di bawah usia 17 tahun tanpa pendampingan orang tua.
  5. Dampak Psikologis: Cerita tentang anak yang dianiaya, dibunuh, dan arwah yang membalas dendam dapat memengaruhi persepsi anak terhadap keluarga, keamanan, atau dunia supranatural, berpotensi menimbulkan kecemasan atau mimpi buruk.
Rekomendasi: Film Sumala lebih cocok untuk penonton dewasa yang menyukai horor gore dan thriller psikologis. Untuk anak-anak, sebaiknya pilih film dengan genre keluarga atau animasi yang sesuai dengan usia mereka, seperti film produksi Pixar atau Disney. Jika anak tertarik pada cerita budaya Jawa, pertimbangkan dongeng atau film edukasi ramah anak yang tidak mengandung unsur horor atau kekerasan.

This content is restricted!

Bantu kami mengulas konten yang pernah Mama tonton. Login di sini.

Sinopsis Lengkap Film Sumala

Film Sumala adalah sebuah karya horor thriller Indonesia yang disutradarai oleh Rizal Mantovani dan diproduksi oleh Hitmaker Studios. Dirilis pada 26 September 2024 di bioskop Indonesia dan kemudian tersedia di Netflix mulai 6 Februari 2025, film ini diangkat dari kisah nyata yang menjadi legenda urban di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, pada tahun 1948. Cerita ini pertama kali dipopulerkan melalui utas viral di X oleh akun @BangBetz_illustration, yang menceritakan peristiwa mistis seputar sepasang suami istri dan anak kembar mereka. Dibintangi oleh Luna Maya sebagai Sulastri, Darius Sinathrya sebagai Soedjiman, dan Makayla Rose Hilli sebagai Sumala dan Kumala, film berdurasi 113 menit ini menghadirkan teror mencekam dengan elemen psikologis dan budaya Jawa yang kental. Berikut adalah sinopsis lengkapnya berdasarkan informasi yang tersedia.

Latar Belakang dan Awal Cerita

Berlatar di sebuah desa terpencil di Kabupaten Semarang pada tahun 1948, film ini mengisahkan Soedjiman (Darius Sinathrya) dan Sulastri (Luna Maya), sepasang suami istri kaya yang memiliki ladang jagung luas. Setelah sebelas tahun menikah tanpa dikaruniai anak, mereka menghadapi tekanan sosial dan pribadi yang berat. Soedjiman, yang semakin frustrasi, mengancam akan mengakhiri pernikahan jika Sulastri tidak segera hamil. Dalam keputusasaan, Sulastri diam-diam mencari jalan keluar melalui cara-cara mistis. Ia mendatangi seorang dukun dan melakukan perjanjian terlarang dengan iblis, menawarkan sesuatu yang sangat berharga demi mendapatkan keturunan, tanpa sepengetahuan suaminya.

Sulastri menjalani serangkaian ritual, termasuk meminum sesajen khusus, yang akhirnya membuahkan hasil. Ia hamil dan melahirkan anak kembar perempuan. Namun, kelahiran ini jauh dari kebahagiaan yang diharapkan. Anak pertama, Sumala, lahir dengan wujud mengerikan—mata besar, kulit pucat kebiruan, dan cacat fisik yang menakutkan—yang dianggap sebagai keturunan iblis. Melihat penampilan Sumala, Soedjiman, yang terkejut dan malu, dengan kejam membunuh bayi tersebut segera setelah lahir, melanggar syarat perjanjian mistis. Anak kedua, Kumala, lahir sebagai manusia dengan fisik sempurna, tetapi seiring waktu, ia mulai menunjukkan cacat fisik dan mental, seperti kaki tempang, tangan cacat, dan tubuh bongkok.

Kehidupan Kumala dan Awal Teror

Kumala tumbuh dalam lingkungan yang penuh penolakan. Keluarganya, terutama Soedjiman, merasa malu dengan kondisinya dan melarangnya keluar rumah. Penduduk desa juga memperlakukannya dengan kejam, mengejek dan menganggapnya sebagai pembawa sial. Kumala sering menjadi sasaran cemoohan anak-anak desa, yang membuatnya hidup dalam penderitaan dan isolasi. Meski begitu, Kumala memiliki hati yang baik, namun kondisinya membuatnya rentan dan terpuruk.

Kengerian mulai muncul ketika Kumala beranjak remaja. Pada ulang tahunnya yang kedelapan, sesuatu yang tak terduga terjadi: Sumala, saudara kembarnya yang telah mati, kembali dari dunia kematian. Sumala, yang kini menjadi sosok gaib dengan wujud menyeramkan, menampakkan diri kepada Kumala. Pertemuan ini mengubah perilaku Kumala secara drastis. Ia mulai bertingkah aneh, terkadang berbicara sendiri atau tertawa tanpa sebab, terutama pada malam hari. Penduduk desa mulai menyaksikan kejadian-kejadian misterius, seperti bayangan anak kecil di sekitar sumur tua atau suara tangisan yang tidak wajar.

Teror Sumala dan Kekacauan di Desa

Seiring waktu, teror di desa semakin meningkat. Anak-anak mulai hilang secara misterius, dan beberapa ditemukan tewas dalam kondisi tragis. Warga desa, yang dipenuhi ketakutan, mulai mencurigai Kumala sebagai penyebabnya, meskipun sebenarnya Sumala, yang merasuki atau mengendalikan Kumala, adalah dalang di balik kekacauan ini. Sumala membalas dendam kepada siapa saja yang telah menyakiti saudara kembarnya, termasuk penduduk desa dan bahkan keluarga Kumala sendiri. Satu per satu, mereka yang pernah mengejek atau menyiksa Kumala menghadapi kematian brutal, sering kali dengan adegan sadis dan berdarah yang memperkuat nuansa horor gore film ini.

Nama “Sumala,” yang dalam bahasa Jawa berarti “sumber malapetaka,” menjadi momok yang ditakuti. Masyarakat desa percaya bahwa hanya menyebut namanya atau memikirkannya dapat memanggil kehadirSumala (Makayla Rose Hilli) is a twin, one of whom is human, named Kumala, and the other, Sumala, is a demonic offspring with a terrifying and deformed appearance. Soedjiman, horrified, kills Sumala, breaking the pact with the demon. Kumala grows up disabled, treated cruelly by family and villagers, believed to bring bad luck. As she suffers, Sumala rises from the grave, appearing to Kumala, who begins acting strangely, disturbing the family and villagers. It’s revealed Sumala controls Kumala, haunting and terrorizing the village. The villagers, terrified, blame Soedjiman for the chaos, but only Sulastri knows why Sumala seeks revenge. One by one, those who hurt Kumala die brutally, including her parents, as Sumala’s vengeance escalates, making her a symbol of the village’s curse.

The villagers, desperate to stop the terror, attempt rituals and prayers, but these efforts fail, making the situation worse. Soedjiman faces blame for the chaos, while Sulastri, aware of the pact she made, hides the truth, torn by guilt and fear. The film builds to a chilling climax as Sumala’s wrath becomes unstoppable, targeting anyone linked to Kumala’s suffering. The village descends into chaos, with mysterious disappearances and gruesome deaths fueling the legend of Sumala as a vengeful spirit tied to the broken pact.

Puncak Konflik dan Penutup

As the body count rises, the villagers, driven by fear and anger, confront Sulastri and Soedjiman’s household, believing Kumala is the source of the evil. Some try to perform a final ritual to banish Sumala, but her power, rooted in the broken demonic pact, proves too strong. The film explores Sulastri’s internal struggle—she knows Sumala’s rage stems from her deal with the demon and the family’s rejection of her. Kumala, caught between her own pain and Sumala’s control, becomes a tragic figure, her suffering amplified by the supernatural bond with her twin.

In the climax, the village faces a reckoning. Those who tormented Kumala meet gruesome fates, and the line between Sumala and Kumala blurs, leaving viewers questioning who truly drives the horrors. The resolution (avoiding spoilers) ties back to the consequences of the pact, delivering a haunting commentary on desperation, betrayal, and the cost of defying supernatural forces. The film ends on a chilling note, cementing Sumala as a terrifying urban legend that lingers in Semarang’s folklore, with some villagers still believing her presence haunts the area.

Elemen Penting dan Nuansa Film

Sumala blends visceral horror with psychological depth, using Javanese mysticism to amplify its atmosphere. The film’s gore-heavy scenes, especially Sumala’s brutal killings, appeal to fans of intense horror, while the tragic dynamic between Kumala and Sumala adds emotional weight. Luna Maya’s portrayal of Sulastri captures a mother’s desperation and guilt, while Darius Sinathrya embodies Soedjiman’s pride and rage. Makayla Rose Hilli shines as both twins, delivering a haunting performance that balances innocence and menace.

Shot in a misty, eerie village in Demak, the setting enhances the film’s oppressive vibe, with dim lighting and shadowy forests evoking dread. The sound design, from eerie whispers to jarring screams, heightens tension, while cultural elements like rituals and Javanese folklore ground the story in authenticity. The script, penned by Betz Illustration and Riheam Junianti, weaves the viral X thread into a cohesive narrative, though some note it prioritizes shocks over deeper character exploration.

Kontroversi dan Penerimaan

Sumala drew massive attention, hitting 1.4 million theatergoers in 2024 and topping Netflix Indonesia’s charts by February 2025. Its graphic violence earned praise from horror fans but sparked debate over its intensity for a 17+ rating. Some villagers in Jlumpang, Semarang, disputed the “true story” claim, with the village head calling it fiction, though the legend persists locally. The film’s viral origins on X, via @BangBetz_, fueled hype, with posts praising its “savage” scares and “blood-soaked” revenge. However, some critics felt the plot leaned too heavily on shock value, with less focus on resolving narrative threads like Sulastri’s full reckoning.

Kesimpulan

Sumala is a gripping descent into horror, blending a chilling urban legend with raw human emotion. It explores themes of desperation, familial cruelty, and supernatural consequences, wrapped in a visually striking, blood-soaked package. While its intense gore and tragic undertones may not suit all, it’s a standout for horror enthusiasts, cementing Rizal Mantovani’s knack for crafting unforgettable scares. The performances, especially Makayla Rose Hilli’s dual role, and the eerie Javanese backdrop make it a must-watch for those brave enough to face Sumala’s wrath. Catch it on Netflix or revisit its theatrical run to experience a tale that’s as heartbreaking as it is terrifying.

Catatan: Beberapa detail cerita disusun untuk kelengkapan sinopsis tanpa spoiler berlebihan, berdasarkan sumber yang ada. Untuk pengalaman penuh, tonton filmnya langsung!

Community Rating

blank
blank
blank
blank
blank