
Community Rating






Tiger Stripes
Sinopsis Film Tiger Stripes (2023)
Tiger Stripes adalah film horor coming-of-age asal Malaysia yang disutradarai oleh Amanda Nell Eu dalam debut penyutradaraannya. Film ini merupakan kolaborasi internasional dari delapan negara, termasuk Malaysia, Indonesia, Singapura, Taiwan, Prancis, Jerman, Belanda, dan Qatar. Film ini memenangkan Hadiah Utama Critics’ Week di Festival Filem Cannes 2023 dan menjadi perwakilan Malaysia untuk kategori Film Fitur Internasional Terbaik di Academy Awards ke-96.Cerita berpusat pada Zaffan (diperankan oleh Zafreen Zairizal), seorang gadis berusia 11-12 tahun yang tinggal di sebuah komunitas pedesaan kecil di Malaysia. Zaffan adalah gadis ceria, nakal, dan penuh semangat yang sering mengekspresikan dirinya melalui tarian dangdut dan perilaku pemberontak, seperti merekam video joget bersama teman-temannya, Farah (Deena Ezral) dan Mariam (Piqa), di toilet sekolah. Namun, hidupnya berubah drastis ketika ia mengalami menstruasi pertamanya, menjadikannya yang pertama di antara teman-temannya.Perubahan fisik dan emosional akibat pubertas membuat Zaffan kebingungan, terutama karena lingkungannya tidak memberikan pendidikan yang memadai tentang menstruasi. Ibunya hanya menyebutnya “kotor,” dan teman-temannya, terutama Farah, mulai menjauhinya, bahkan mengungkapkan rasa jijik karena bau atau perilaku Zaffan yang dianggap aneh. Ketidaktahuan ini diperparah oleh stigma sosial dan mitos seputar menstruasi, seperti anggapan bahwa itu “tidak suci” atau mengundang roh jahat.Seiring waktu, Zaffan mulai mengalami perubahan fisik yang mengerikan dan tidak wajar, seperti memar di tubuh, rambut rontok, kuku copot, dan tumbuhnya bulu kasar. Transformasinya mencapai puncak ketika ia berubah menjadi sosok setengah harimau, lengkap dengan mata menyala ungu dan naluri predator. Ketakutan dan penolakan dari teman, keluarga, dan komunitasnya memicu Zaffan untuk melawan stigma dan merangkul identitas barunya, yang digambarkan sebagai simbol pemberontakan terhadap norma sosial yang mengekang.Film ini menggabungkan elemen horor tubuh (body horror), folklor, dan drama coming-of-age dengan pendekatan visual yang sederhana namun intens. Cerita berlatar di lingkungan pedesaan Malaysia yang konservatif, dengan nuansa agamis yang kuat, menyoroti isu tabu seputar menstruasi dan tekanan sosial pada remaja perempuan. Tiger Stripes juga menyinggung dampak media sosial, seperti ketika aktivitas Dr. Rahim (Shaheizy Sam), seorang “bomoh palsu” yang dipanggil untuk “menyembuhkan” Zaffan, direkam dan disebarkan tanpa persetujuan.
Review Film Tiger Stripes
Kelebihan
- Tema yang Kuat dan Relevan: Tiger Stripes berhasil mengangkat isu penting tentang stigma menstruasi dan kurangnya pendidikan seks di masyarakat konservatif. Dengan mengemasnya dalam genre horor, film ini menciptakan metafora yang kuat tentang transformasi pubertas sebagai sesuatu yang menakutkan namun alami. Pesan tentang penerimaan diri dan melawan stigma sosial sangat resonan, terutama bagi penonton perempuan.
- Pendekatan Visual dan Naratif: Sutradara Amanda Nell Eu menggunakan pendekatan body horror yang tidak berlebihan tetapi cukup mengganggu untuk menekankan kengerian yang dirasakan Zaffan. Adegan-adegan seperti Zaffan memakan kue dengan rakus atau muntah di dapur dengan pencahayaan merah dramatis berhasil menciptakan suasana yang intens. Setting pedesaan dan sekolah khusus perempuan menambah kedalaman cerita, mencerminkan tekanan sosial yang nyata.
- Akting dan Karakter: Zafreen Zairizal sebagai Zaffan memberikan penampilan yang autentik, menangkap esensi remaja yang nakal namun rentan. Chemistry antara Zaffan, Farah, dan Mariam terasa alami, mencerminkan dinamika persahabatan remaja yang penuh kecemburuan dan solidaritas. Aktor pendukung seperti Shaheizy Sam sebagai Dr. Rahim dan Fatimah Abu Bakar sebagai ibu Zaffan juga menambah warna pada cerita.
- Konteks Budaya dan Sosial: Film ini menyoroti realitas budaya Malaysia, termasuk pengaruh agama dan media sosial seperti TikTok, yang sering memperburuk stigma. Kritik terhadap perundungan dan pendekatan keliru seperti memanggil “bomoh” untuk mengatasi masalah emosional remaja terasa tajam dan relevan.
- Penghargaan Internasional: Kemenangan di Cannes Critics’ Week 2023 menunjukkan bahwa film ini memiliki daya tarik universal, meskipun berakar pada budaya lokal Malaysia. Kontribusi produser Indonesia, Yulia Evina Bhara, juga menambah nilai kolaborasi lintas negara.
Kekurangan
- Narasi yang Kadang Hiperbolis: Beberapa penonton mungkin merasa transformasi Zaffan menjadi manusia harimau terlalu berlebihan atau kurang terintegrasi dengan narasi realistis film. Elemen horor fantasi ini bisa terasa janggal bagi mereka yang mengharapkan pendekatan yang lebih realistis.
- Karakter Pendukung Kurang Mendalam: Peran orang tua Zaffan, terutama ayahnya, terasa kurang dieksplorasi, membuat dinamika keluarga kurang kuat. Hubungan antara Zaffan dan ibunya juga terasa minim dialog yang bermakna, yang bisa memperkuat emosi cerita.
- Sensor di Malaysia: Versi film yang dirilis di Malaysia mengalami sensor, yang menurut sutradara merusak integritas cerita. Hal ini mungkin memengaruhi pengalaman menonton di beberapa wilayah.
- Pace yang Tidak Konsisten: Beberapa bagian film terasa lambat, terutama pada pengembangan konflik awal, yang mungkin membuat penonton kurang sabar menunggu puncak horornya.
Nilai Keseluruhan
Tiger Stripes adalah film yang berani dan inovatif, menggabungkan horor dengan komentar sosial yang tajam. Meskipun ada kekurangan dalam pengembangan karakter pendukung dan konsistensi narasi, film ini berhasil menyampaikan pesan kuat tentang penerimaan diri dan melawan stigma. Visual yang sederhana namun efektif serta akting yang kuat menjadikan film ini layak ditonton, terutama bagi mereka yang menyukai drama coming-of-age dengan sentuhan horor. Skor: 8/10.
Kecocokan untuk Anak-Anak
- Konten Sensitif:
- Horor Tubuh dan Adegan Mengganggu: Transformasi Zaffan menjadi manusia harimau melibatkan adegan yang cukup grafis, seperti rambut rontok, kuku copot, dan memar di tubuh. Meskipun tidak terlalu berdarah, visual ini bisa menakutkan atau mengganggu anak-anak.
- Tema Menstruasi: Film ini secara eksplisit membahas menstruasi, termasuk adegan noda darah di kasur dan stigma sosial yang menyertainya. Anak-anak yang belum memahami pubertas mungkin merasa bingung atau tidak nyaman.
- Perundungan dan Kekerasan Emosional: Zaffan mengalami perundungan dari teman-temannya, termasuk komentar kasar tentang bau dan keanehan tubuhnya. Ini bisa memengaruhi anak-anak yang sensitif terhadap tema penolakan sosial.
- Horor Tubuh dan Adegan Mengganggu: Transformasi Zaffan menjadi manusia harimau melibatkan adegan yang cukup grafis, seperti rambut rontok, kuku copot, dan memar di tubuh. Meskipun tidak terlalu berdarah, visual ini bisa menakutkan atau mengganggu anak-anak.
- Bahasa dan Budaya:
- Film ini menggunakan bahasa Melayu dengan latar budaya Malaysia yang agamis, yang mungkin membingungkan anak-anak dari latar budaya berbeda. Istilah seperti “tidak suci” atau praktik memanggil bomoh mungkin memerlukan penjelasan tambahan.
- Ada penggunaan bahasa kasar ringan dan perilaku nakal (seperti Zaffan melepas bra dalam video), yang mungkin tidak sesuai untuk anak-anak di bawah usia remaja.
- Film ini menggunakan bahasa Melayu dengan latar budaya Malaysia yang agamis, yang mungkin membingungkan anak-anak dari latar budaya berbeda. Istilah seperti “tidak suci” atau praktik memanggil bomoh mungkin memerlukan penjelasan tambahan.
- Pesan Positif:
- Film ini memiliki pesan kuat tentang penerimaan diri dan melawan stigma, yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi remaja, terutama perempuan, yang sedang menghadapi pubertas. Namun, penyampaiannya melalui horor mungkin terlalu intens untuk anak-anak yang lebih muda.
- Film ini memiliki pesan kuat tentang penerimaan diri dan melawan stigma, yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi remaja, terutama perempuan, yang sedang menghadapi pubertas. Namun, penyampaiannya melalui horor mungkin terlalu intens untuk anak-anak yang lebih muda.
- Durasi dan Kompleksitas: Dengan durasi 95 menit, film ini cukup singkat, tetapi narasinya yang penuh simbolisme dan metafora mungkin sulit dipahami oleh anak-anak di bawah usia 13 tahun.
Rekomendasi Usia
- Tidak Cocok untuk Anak di Bawah 12 Tahun: Elemen horor, tema menstruasi, dan adegan perundungan membuat film ini kurang sesuai untuk anak-anak di bawah usia 12 tahun. Anak-anak yang lebih muda mungkin merasa takut, bingung, atau terganggu.
- Cocok untuk Remaja (13-17 Tahun): Remaja, terutama perempuan, mungkin akan lebih mudah memahami dan mengapresiasi pesan film tentang pubertas dan penerimaan diri. Namun, orang tua disarankan mendampingi dan mendiskusikan tema-tema sensitif seperti menstruasi dan stigma sosial setelah menonton.
- Panduan Orang Tua: Jika orang tua ingin menonton film ini bersama anak remaja, sebaiknya berikan konteks tentang pubertas dan stigma sosial terlebih dahulu. Diskusi setelah menonton dapat membantu anak memahami pesan film tanpa merasa takut atau malu.
Saran untuk Menonton
- Pastikan anak sudah memiliki pemahaman dasar tentang pubertas, terutama menstruasi, untuk menghindari kebingungan.
- Orang tua dapat menggunakan film ini sebagai alat untuk membuka diskusi tentang perubahan tubuh, penerimaan diri, dan cara menghadapi perundungan.
- Jika anak sensitif terhadap horor atau adegan grafis, sebaiknya hindari film ini atau tonton terlebih dahulu untuk menilai kecocokannya.
Kesimpulan
This content is restricted!
Bantu kami mengulas konten yang pernah Mama tonton. Login di sini.
Lihat Film Lain
Produk Terkait
- Film
Sing
- Film
Bolt
- Film
The Incredibles
- Film
Raya
Community Rating




