“Milea: Suara dari Dilan” menjadi bab terakhir dalam trilogi Dilan, sebuah fenomena film romance remaja di Indonesia.
Film ini menawarkan perspektif segar tentang kisah tersebut, dinarasikan oleh Dilan sendiri.
Cerita dan Tema:
- Sudut Pandang Dilan: Berbeda dari film sebelumnya, film ini menyelami pikiran dan perasaan Dilan. Memberikan konteks atas tindakannya dan menjelaskan alasan di balik konflik sang pasangan.
- Menghidupkan Kembali Masa Lalu: Film ini banyak menggunakan kilas balik dari dua film sebelumnya, “Dilan 1990” dan “Dilan 1991.” Hal ini mungkin terasa repetitif bagi penonton yang sudah familiar dengan ceritanya.
- Nostalgia: Latar tahun 1990an dan penggambaran kehidupan SMA membangkitkan rasa nostalgia, terutama bagi penonton yang tumbuh di era tersebut.
Kekuatan dan Kelemahan:
- Pengembangan Karakter: Melihat cerita dari sudut pandang Dilan menawarkan pandangan yang lebih seimbang tentang pergulatan hubungan mereka.
- Imbalan Emosional: Film ini mengeksplorasi tema cinta muda, kehilangan, dan pendewasaan, yang dapat beresonansi dengan penonton.
- Adegan Diulang: Penggunaan flashback yang berlebihan dapat terasa seperti mengulang-ulang bagi yang sudah menonton film sebelumnya.
- Dialog Klise: Gombalan khas Dilan yang menawan di film pertama, mungkin terasa berlebihan di sini.
Secara Keseluruhan:
“Milea: Suara dari Dilan” adalah akhir cerita yang pahit manis bagi para penggemar trilogi. Meskipun memberikan penutup dan pemahaman yang lebih dalam tentang karakter Dilan, elemen repetitifnya mungkin tidak menarik bagi semua orang.
Rekomendasi
Jika Anda adalah penggemar berat Dilan dan Milea, atau penasaran dengan perspektif Dilan, film ini layak ditonton.
Namun, jika Anda belum menonton dua film pertama atau mencari cerita yang benar-benar baru, Anda mungkin ingin memulai dari film lain.